Rabu, 22 Februari 2012

TUGAS-TUGAS PEMERINTAH DALAM NEGARA HUKUM MODERN (WELVAARSTAAT)

John locke merupakan sosok pertama yang mengintrodusir ajaran pemisahan kekuasaan atau separation of power dimana pembagiannya menjadi kekuasaan legislatif (membuat undang-undang), kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang), dan kekuasaan federative (keamanan dan hubungan luar negeri). Ajaran ini semakin popular setelah seorang ahli hukum kebangsaan prancis yang bernama Montesquieu menerbitkan buku L’esprit des lois (the spirit of the law) yang mengemukakan bahwa suatu negara memiliki tiga organ dan fungsi utama pemerintahan yakni legislatif, eksekutif, dan yudisial. Dalam perkembangannya ajaran pemisahan kekuasaan mendapat berbagai modifikasi terutama melalui ajaran pembagian kekuasaan atau distribution of power yang menekankan pentingnya pembagian fungsi bukan pembagian lembaga dan ajaran check and balances yang menekankan pentingnya hubungan saling mengawasi dan mengendalikan antar berbagai lembaga negara. Berikut ni beberapa pendapat para sarjana mengenai pembagian tugas negara. Menurut E. Utrecht yang mengikuti AM. Donner yaitu pertama berupa lapangan yang menentukan tugas dan tujuan, kedua yaitu lapangan merealisasikan tujuan dan tugas tersebut. Menurut hans kelsen tugas negara dibagi menjadi dua yakni a. politik sebagai etik yakni memilih tujuan kemasyarakatan,dan b. politik sebagai teknik yakni bagaimana merealisasikan tujuan tersebut. Berbeda dengan pembagian negara yang dibagi oleh van vollenhoven menjadi empat bagian yakni:
  1. Membuat peraturan dalam bentuk undang-undang baik materil maupun formil disebut regeling
  2. Pemerintah dalam arti nyata memelihara kepentingan umum disebut bestuur
  3. Penyelesaian sengketa dalam peradilan perdata disebut yustitusi
  4. Mempertahankan kepentingan umum baik secara preventif maupun represif didalamnya termasuk peradilan pidana disebut politie

ISTILAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


Menurut prajudi atmosudirdjo, administrasi negara mempunyai tiga arti yakni, pertama sebagai salah satu fungsi pemerintah, kedua sebagai aparatur (machinery) dan aparat (apparatus) daripada pemerintahan, ketiga sebagai proses penyelenggaraan tugas pekerjaan pemerintah yang memerlukan kerja sama secara tertentu. Sementara Utrecht menyebutkan bahwa administrasi negara ialah gabungan jabatan-jabatan (complex van ambten), aparat (alat) administrasi yang di bawah pimpinan pemerintah melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah.

HUKUM INTERNASIONAL

A.Definisi hukum internasional
Menurut J.G. Starke, hukum internasional dapat dirumuskan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan peraturan-peraturan tingkah laku yang mengikat negara-megara, dan karena itu biasanya ditaati hubungan negara-negara satu sama lain. Dalam penerepannya hukum internasional terbagi menjadi dua yaitu hukum internasional public dan hukum internasional private, hukum internasional public adalah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan yang melintas batas negara yang sifatnya public bukan perdata, sedangkan hukum internasional private adalah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan keperdataan anytara para subyek hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda.
B.Sejarah dan perkembangan hukum internasional
Untuk mengetahui sejarah hukum internasional dengan baik kita harus mulai dari zamanman dahulu kala, karena zaman dahulu dikenal adanya peraturan yang mengatur hubungan persekutuan yang mengatur hubungan persekutuan yang berdiri sendiri peraturan tersebut tumbuh dari adat istiadat yang ditaati, perjanjian (traktat), dan imunitas-imunitas duta besar. Eksistensi hukum internasional telah ada yakni pada zaman romawi kuno dengan dikenalnya dua jenis hukum yakni ius ceville yakni hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat romawi dan ius gentium yakni hukum yang mengatur orang asing yang bukan berkebangsaan romawi. Hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI yaitu sejak ditandatangani perjanjian Westphalia 1648 yang mengakhiri perang 30 tahun atau thirty years war di eropa, sejak saat itu muncullah negara-negara yang bercirikan kebangsaaan, kewilayahan, atau territorial, kedaulatan, kebangsaan, dan kemerdekaan. Dalam hal ini sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembang prinsip dan kaedah hukum internasional
C.Bentuk perwujudan khusus hukum internasional
Hukum internasional regional yang sifanya khusus terbatas pada daerah lingkungan berlakunya seperti hukum internasional amerika latin, kehadiran lembaga hukum internasional khusus disebabkan oleh keadaan yang khusus terdapat pada bagian dunia tersebut. Konsep landasan kontinen dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut yang semulanya timbul dan tumbuh di benua amerika dalam perkembangannya hukum laut internasional konsep tersebut telah dianggap sebagai lembaga hukum laut internasional, landasan kontinen telah diterima oleh masyrakat internasional telah diterima oleh masyarakat internasional melalui konvensi hukum laut 1982 dimana negara pantai memiliki hak berdaulat atas sumber daya alamnya

PEMERINTAH & PEMERINTAHAN


Secara teoretik terdapat perbedaan antara pemerintah dan pemerintahan, pemerintahan ialah bestuurvoering atau pelaksana tugas pemerintah, sedangkan pemerintah ialah organ/ alat/ aparat yang menjalankan tugas pemerintahan. Pemerintahan sebagai alat kelengkapan negara dapat diartikan secara luas (in the broad sense) yang mencakup semua alat kelengkapan negara yang terdiri dari cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dan dapat diatikan secara sempit (in the narrow sense) yang mencakup pemerintah hanya pada cabang kekuaaan eksekutif/alat perlengkapan negara yang diserahi tugas melaksanakan undang-undang.

Jumat, 10 Februari 2012

NEGARA HUKUM: BASIS TEORETIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


Menurut aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah oleh konstitusi dan berkedaulatan hukum. Ada tiga unsur dari pemerintahan yang berkonstitusi, yaitu: pemerintah yang dilaksanakan menurut kepentingan umum, pemerintah yang dilaksanakan berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum, dan pemerintah yang dilaksanakan atas kehendak rakyat. Gagasan negara hukum muncul pada abad ke 19 secara eksplisit yaitu dengan munculnya konsep rechtstaat dari friederich Julius stahl yang sebagai berikut:
a.Perlindungan hak asasi manusia
b.Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
c.Pemisahan atau pembagian kekuasaan
d.Peradilan administrasi
Pada saat demikian sevara bersamaan muncullah konsep negara hukum rule of law dari A.V. dicey yang berasal dari kalangan anglo saxon sebagai berikut
a.Supremasi aturan-aturan hukum
b.Equality before the law (persamaan dihadapan hukum)
c.Terjaminnya hak asasi manusia
Dalam hal ini dikenal pula dengan adanya unsur pembatasan kekuasaan negara untuk melindungi hak-hak individu, sebagaimana lahirnya adagium yang begitu popular dari Lord Acton “power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutely”. Model negara hukum yang demikian berdasarkan catatan sejarah dikenal dengan sebutan demokrasi konstitusional, dengan ciri bahwa pemerintah yang demokratis ialah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dapat sewenang-wenang terhadap warga negaranya.

Jumat, 03 Februari 2012

PERBANDINGAN HUKUM PERDATA NASIONAL & HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Menurut prof. DR. Mochtar kusuma atmadja SH, LLM. Hukum perdata internasional ialah keseluruhan kaedah-kaedah dan arus-arus hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintas batas-batas negara. Prof DR gouw giok siong mengemukakan bahwa hukum perdata internasional bukan merupakan hukum internasional, melainkan hukum nasional. Hukum perdata internasional tidak bersumber pada hukum internasional akan tetapi bersumber pada hukum nasional. Tidak ada hukum perdata internasional umum yang mengatur semua negara, yang ada hanya hukum perdata internasional yang mengatur di masing-masing negaranya, misalnya hukum perdat Indonesia, hukum perdata belanda, dsb. Menurut Utrecht bahwa hukum perdata internasional adalah hukum nasional walaupun yang diselesaikan merupakan perselisihan internasional.

ABSOLUUT KLACHTDELICT (MUTLAK)

Istilah ini dipakai untuk kejahatan-kejahatan yang selalu penuntutannya tertunda sampai adanya suatu pengaduan, seperti berzina yaitu bersetubuh dengan orang lain daripada suami atau istrinya (pasal 284), melarikan orang perempuan (pasal 332,schaking), membuka rahasia (pasal 322). Sifat pengaduan dalam absoluut klachtdelict ini ialah bahwa pengaduan tidak boleh dibatasi pada beberapa orang tertentu, tetapi dianggap ditujukkan kepada siapa saja yang melakukan kejahatan yang bersangkutan. Dalam hal ini dikatakan bahwa pengaduan ini tidak dapat dipecah-pecah (onsplitsbaar)

RELATIEF KLACHTDELICT (NISBI)

Istilah ini merujuk pada kejahatan-kejahatan yang penuntutannya hanya digantungkan kepada suatu pengaduan apabila antara si pelaku dan si korban ada hubungan kekeluargaan, seperti misalnya pada pasal 367 ayat 2 KUHP, tentang pencurian yang menentukan bahwa penuntutannya hanya dapat dilakukan atas pengaduan seorang terhadap siapa hukum pidana dilakukan(si korban) apabila si pelaku (dader) atau si pembantu (medeplichtige) adalah suami atau istrinya yang dibebaskan dari kewajiban tinggal serumah atau keluarga sedarah atau keluarga semenda, baik dalam keturunan lurus maupun samping sampai derajat kedua (kakak, adik, atau ipar). Ketentuan semacam ini diadakan pada tindak pidana memeras dan mengancam (pasal 370), menggelapkan barang (pasal 376), menipu (pasal 394), merusak barang milik orang lain (pasal 411). Penuntutan hanya terbatas pada orang yang disebutkan dalam pengaduannya. Apabila misalnya yang disebutkan ini hanya si pelaku kejahatan, maka terhadap si pembantu kejahatan, yang mungkin juga berkeluarga dekat tidak dapat melakukan penuntutan. Dengan demikian pengaduan ini dapat dipecah-pecah (splitbaar)

TINDAK PIDANA MATERIAL & FORMAL

Tindak pidana material  merupakan suatu tindak pidana yang dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat tertentu tanpa merumuskan wujud daripada perbuatan tersebut. Sedangkan tindak pidana formil merupakan suatu tindak pidana yang dirumuskan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan tersebut.
Contoh tindak pidana material ialah:
1.Pembunuhan, dalam pasal 338 KUHP dirumuskan dengan perbuatan yang menyebabkan matinya orang lain tanpa disebutkan wujud dari perbuatan tersebut
2.Pembakaran rumah dengan sengaja dalam pasal 187 KUHP disebutkan sebagai mengakibatkan terjadinya kebakaran tanpa disebutkan wujud daripada perbuatan tersebut
Contoh tindak pidana formil ialah:
1.Pencurian yang termaktub dalam pasal 362 KUHP, dirumuskan sebagai perbuatan yang berwujud yaitu “mengambil barang milik orang lain”, tanpa disebutkan akibat yang ditimbulkan
2.Memalsukan surat yang termaktub dalam pasal 263 KUHP, dirumuskan sebagai perbuatan yang berwujud membuat surat palsu tanpa disebutkan akibat yang ditimbulkan.
Materi berarti isi dan form berupa wujud, maka dalam tindak pidana material dirumuskan isi berupa akibat yang dilarang, sedangkan dalam tindak pidana formil dirumuskan wujud berupa perbuatan tertentu.

TINDAK PIDANA BERUPA TAK BERBUAT (NALATEN)

Ada kalanya seorang diancam akan dihukum pidana apabila tidak melakukan perbuatan tertentu (omissie delict), seperti:
1.Pasal 224 KUHP yang mengancam dengan hukuman pidana seorang yang telah dipanggil dengan sah sebagai saksi dalam suatu perkara di depan hakim datang menghadap tanpa sebab yang sah
2.Pasal 531 yang mengancam dengan hukuman pidana seorang yang sedang tahu bahwa orang lain berada dalam bahaya, dan ia mampu menolongnya tanpa membahayakan dirinya sendiri namun ia diam saja tanpa berbuat apa-apa.
Dalam hal tindak pidana dengan perumusan material mungkin yang menyebabkan akibat tertentu merupakan sutu tak berbuat. Ini terjadi apabila ada kewajiban untuk berbuat dan kewajiban ini diabaikan, misalnya pembunuhan seorang anak kecil dapat dilakukan oleh seorang ibu dengan cara tidak memberikan makan.

MELAMPAUI BATAS MEMBELA DIRI (NOODWEER EXCES)

Hal ini diatur dalam pasal 49 ayat 2 KUHP yang bebrunyi “tidaklah kena hukuman pidana suatu pelampauan batas keperluan membela diri apabila ini akibat langsung dari gerakan perasaan yang disebabkan oleh serangan lawan. Gerak perasaan ini dapat berupa rasa ketakutan, rasa kebingungan, rasa marah, rasa jengkel, dan sebagainya yang semuanya timbul akibat dari serangan terhadap dirinya. Pelampauan batas ini terjadi apabila:
1.Serangan balasan dilanjutkan pada waktu serangan lawan sudah dihentikan
2.Tidak ada imbangan antara kepentingan yang mula-mula diserang dan kepentingan lawan yang diserang kembali
Oleh karena pelampauan batas keperluan membela diri pada hakekatnya tidak diperbolehkan, maka seorang yang berdasar atas pasal 49 ayat 2 KUHP tidak boleh dihukum, tetapi tetap melakukan perbuatan melanggar hukum. Perbuatannya tersebut tidak halal hanya saja orangnya tidak dihukum.

HAPUSNYA PELAKSANAAN PIDANA

1.Dalam KUHP
Pengaturan tentang hapusnya pelaksanaan pidana bagi seorang yang telah dijatuhi putusan pidana oleh hakim melalui putusan yang mempunyai ketentuan hukum tetap diatur dalam KUHP sebagaimana termaktub dalam pasal 83 dan pasal 84 KUHP
2.Di luar KUHP
Penghapusan pelaksanaan pidana di luar KUHP adalah melalui penggunaan hak presiden dengan memberikan grasi (pengampunan) kepada seseorang yang telah dijatuhi pidana oleh hakim, itulah yang membedakan antara grasi, abolisi, dan amnesti sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (1) UUD 1945 

GUGURNYA HAK PENUNTUTAN

1.Yang diatur dalam KUHP
Secara umum tidak ada alasan apapun yang dibenarkan untuk tidak menuntut seseorang atas terjadinya suatu tindak pidana. Doktrin hukum pidana menyatakan bahwa “lex dura septimen scripta (hukum itu keras tapi harus ditegakkan). Dalam undang-undang ditentukan bahwa hak penuntutan hanya ada pada penuntut umum yaitu jaksa yang diberi wewenang oleh KUHAP Nomor 8 tahun 1981. Namun demikian tidak semua tindak pidana terjadi dapat dituntut dalam keadaan tertentu. Gugurnya kewenangan untuk menuntut berbeda dengan alasan pemaaf atau pembenar. Di dalam alasan pembenar dan pemaaf terjadi sifat peniadaan sifat melawan hukum atas suatu tindak pidana, sedangkan dalam gugrnya hak penuntutan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum, satu perbuatan tetaplah tindak pidana namun dalam keadaan tertentu maka perbuatan tersebut tidak dapat dituntut. Hapusnya hak penuntutan yang diatur secara umum dalam bab VIII buku I ialah:
a.Telah ada putusan hakim yang tetap
b.Terdakwa meninggal dunia
c.Perkara tersebut daluarsa
d.Terjadi penyelesaian di luar siding pengadilan.
Selengkapnya terdapat dalam pasal 76 yaitu:
a.Kecuali dalam putusan hakim masih mungkin diulang orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang masih tetap
b.Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum dan putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnyaatau telah diberi ampunan atau wewenang  untuk menjalankannya telah dihapus karena daluarsa.
Ketentuan dalam pasal 76 lazim disebut dengan istilah ne bis in idem (tidak ada pengulangan untuk hal yang sama), berarti tidak melakukan pemeriksaan untuk kedua kalinya mengenai tindakan yang sama. Ketentuan ini dihadirkan agar terjamin kepastian hukum bagi seorang yang telah melakukan tindak pidana yang telah mendapatkan putusan hakim yang berkekuatan tetap (inkracht) tidak menjadi sasaran dalam penyalahgunaan aparat penegak hukum untuk menuntutnya lagi
2.yang diatur di luar KUHP
Hapusnya hak menuntut negara atas tindak pidana yang diatur di luar KUHP yakni berupa hak hak prerogative presiden sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan dewan perwakilan rakyat. Amnesti berupa pengampunan yang bersifat menghapuskan dipidananya pelaku, amnesti memberikan maaf kepada pelaku perbuatannya tetap dianggap sebagai tindak pidana namun pelakunyalah yang dimaafkan. Abolisi berupa penghapusan, disini ditinjau bahwa perbuatannya dianggap tidak melawan hukum lagi

CULPA

Culpose delicten yaitu tindak-tindak yang berunsur culpa atau kurang hati-hati. Contoh daripada culpoos delict adalah yang termuat dalam pasal 188 KUHP yaitu menyebabkan kebakaran, peledekan, atau banjir dengak kurang berhati-hati. Menurut para penulis belanda, yang dimaksud dengan culpa dalam pasal-pasal KUHP ialah kesalahan yang agak berat. Istilah yang mereka gunakan yaitu grove schuld (kesalahan kasar). Meskipun ukuran grove schuld belum tegas seperti kesengajaan, namun dengan istilah grove schuld ini sudah ada sekedar ancar-ancar bahwa tidak masuk culpa apabila seorang pelaku tidak perlu sangat berhati-hati untuk bebas dari hukuman. Dalam perundang-undangan  mojopahit sebagaimana termaktub dalam pasal 247-253 terkumpul suatu bagian yang berjudul “kelalaian”. Terutama dalam pasal 250 yang berbunyi “barangsiapa diserahi menjaga sapi atau kerbau dikenakan sanksi selaksa 10.000, sedangkan tiap binatang ditaksir berharga delapan tali. Jika sengaja dirampas oleh yang diserahi, dikenakan denda dua laksa oleh raja yang berkuasa”. Dalam pasal tersebut, hal kelalaian diperlukan secara primer sedangkan hal kesengajaan hanya secara subsidier sebagai hal yang memberatkan hukumannya sampai dua kali.

ALASAN MENGHILANGKAN SIFAT TINDAK PIDANA

Salah satu unsur tindak pidana ialah sifat melanggar hukum (wederrechtelijkheid, onrechtmatigheid) dari perbuatan tindak pidana,  disini adanya menghilangkan sifat tindak pidana yakni menghilangkan sifat melanggar hukum yaitu:
1.Keperluan membela diri atau noodwer (pasal 49 ayat 1 KUHP)
2.Adanya suatu peraturan undang-undang yang pelaksanaannya justru berupa perbuatan yang bersangkutan (pasal 50; uitvoering van een wettelijk voorschrift)
3.Apabila suatu perbuatan yang bersangkutan itu dilakukan untuk melakukan suatu perintah jabatan yang diberikan oleh seorang penguasa yang berwenang (pasal 51 ayat 1: uintvoering van bevoegdelijk gegeven ambtelijk bevel)
Oleh karena yang dihilangkan itu adalah sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid sehingga perbuatan si pelaku menjadi diperbolehkan “rechtmatig”, maka alasan untuk menghilangkan sifat tindak pidana (strafluitsluitings grond) ini juga dikatakan alasan membenarkan atau menghalalkan perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana (rechtvaardingings grond).

FAIT D’EXECUSE ATAU HAL MEMAAFKAN SI PELAKU

Hal memaafkan pelaku termuat dalam:
1.Pasal 44 ayat 1 KUHP yang menyatakan tidak dapat dihukum seorang yang perbuatannya tidak dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut berdasarkan ada penyakit pada daya berpikir seorang pelaku tersebut (niet strafbaar is hij die een feit begat dan hem wegens de gebrekkige onwitkkeling of ziekelijke storing zijner verstandelijke vermogens niet kan worden toegerekend)
2.Pasal 48 KUHP yang menyatakan tidak dapat dihukum seorang yang untuk melakukan perbuatan yang bersangkutan, didorong oleh suatu paksaan yang tidak dapat dicegah (overmacht)
3.Pasal 49 ayat 2 KUHP yang menyatakan tidak dapat dihukum seorang yang melanggar batas membela diri disebabkan oleh suatu perasaan goyang sebagai akibay serangan terhadap dirinya (overschrijding van noodwer atau noodweerexces)
4.Pasal 51 ayat 2 KUHP yang menyatakan bahwa suatu perintah jabatan yang tidak sah (onbevoegdelijk, gegeven ambtelijk bevel) tidak menghilangkan sifat tindk pidana, kecuali apabila si pelaku sebagai orang bawahan secara jujur mengira bahwa si pemberi perintah berwenang untuk itu, dan lagi perbuatan yang bersangkutan  berada dalam lingkungan pekerjaan seorang bawahan tadi.

Kamis, 02 Februari 2012

KESENGAJAAN SECARA KEINSYAFAN KEPASTIAN (OBZET BIJ ZEKERHEIDS BEWUSTZINJ)

Kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dsar dari delict., tetapi ia tahu benar bahwa akibat tersebut pasti akan mengikuti perbuatan tersebut. Oleh karena hal tersebut penulis belanda sebagai contoh selalu disebutkan perisiwa “Thomas van Bremerhaven” yaitu perbuatan seseorang berupa memasukkan sesuatu dalam kapal laut yang berlayar di laut suatu mesin akan meledak ketika kapal telah berlayar mencapai tengah laut. Dengan peledakkan tersebut kapal tersebut akan hancur, dan kalau hal ini terjadi pemilik kapal akan menerima uang asuransi dari pihak asuransi. Dalam merancangkan ha tersebut, si pelaku dianggap tahu atas akibat yang akan terjadi. Menurut van hattum “kepastian” dalam kesengajaan semacam ini harus diartikan relative oleh karena dalam ilmu pasti tidak ada yang namanya kepastian mutlak. Disini dapat ditinjau bahwa antara kesengajaan secara tujuan dan kesengajaan secara keinsyafan kepastian tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

KESENGAJAAN SECARA KEINSYAFAN KEMUNGKINAN (OPZET BIJ MOGELIJKHEIDS BEWUSTZIJN)

Menurut van hattum dan hazewinkel suringa terdapat dua penulis belanda yaitu van dijk dan pompe yang mengatakan bahwa dengan hanya ada keinsyafan kepastian kemungkinan, tidak ada kesengajaan tetapi hanya mungkin ada culpa. Kalau masih dikatakan bahwa kesengajaan secara keinsyafan kepastian praktis sama atau hampir sama dengan kesengajaan bersifat tujuan, maka sudah terang bahwa kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan tidak sama dengan jenis kesengajaan lainnya, tetapi dianggap seolah-olah sama. Teorinya ialah sebagai berikut: apabila ada gagasan si pelaku hanya ada bayangan kemungkinan belakaakan terjadi akibat yang ditimbulkan tanpa dituju, maka harus ditinjau seandainya ada bayangan kepastian, tidak hanya kemungkinan maka apakah perbuatan toh dilakukan oleh pelaku.

KESENGAJAAN BERSIFAT TUJUAN (OOGMERK)

Bahwa dengan kesengajaan  yang bersifat tujuan si pelaku dapat dipertanggungjawabkan mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai. Maka, apabila kesengajaan semacam ini ada pada suatu tindak pidana, tidak ada menyangkal bahwa si pelaku pantas dikenal hukuman pidana. Ini lebih tampak apabila dikemukakan bahwa dengan adanya kesengajaan yang bersifat tujuan ini, dapat dikatakan bahwa si pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakan ancaman hukuman pidana (constitutief gevold). Ada yang mengatakan bahwa yang dapat dikehendaki ialah hanya perbuatannya bukan akibatnya. Akibat ini oleh si pelaku hanya dapat dibayangkan atau digambarkan akan terjadi (voorstellen). Dengan demikian secara dialektik timbul dua teori yang bertentangan satu sama lain yakni teori kehendak (wilstheorie) dan teori bayangan (voorstellingstheorie). Teori kehendak menganggap kesengajaan ada apabila perbuatan dan akibat dari perbuatan tersebut dikehendaki oleh si pelaku. Teori bayangan menganggap kesengajaan dan apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan ada bayangan yang terang bahwa akibat yang bersangkutan akan tercapai, dan maka dari itu ia menyesuaikan perbuatannya dengan akibat yang ditimbulkan.

Rabu, 01 Februari 2012

KEJAHATAN RINGAN (LICHTE MISDRIJVEN)

Dalam KUHP terdapat beberapa kejahatan mengenai harta benda (vermogensdelicten) apabila kerugian tidak melebihi dua puluh lima rupiah dinamakan kejahatan ringan dan diancam dengan hukum seberat-beratnya hukuman penjara selama tiga bulan. Kejahatan ringan ini ialah:
1.Pencurian ringan (pasal 364), yaitu apabila barang yang dicuri tidak berupa ternak, dan apabila pencurian yang disertai dengan perusakan tidak dilakukan dalam siatu rumah kediaman atau pekarangan tertutup.
2.Penggelapan ringan (pasal 373), yaitu apabila barang yang digelapkan tidak berupa hewan ternak
3.Penipuan ringan (pasal 379), yaitu apabila barang yang ditipu tidak berupa hewan ternak
4.Merusak barang orang lain (pasal 407 ayat 1)
5.Penadahan ringan (pasal 482), apabila barang yang diperoleh dari pencurian ringan, penggelapan ringan, atau penipuan ringan.

KEJAHATAN (MISDRIJF) & PELANGGARAN (OVERTREDING).


Penggolongan ini pertama kali terlihat dalam kitab undang-undang hukum pidana yang terdiri atas 3 buku. Buku I memuat penentuan-penentuan umum (algemene leerstrukken). Buku II memuat perbuatan tindak pidana yang tergolong kejahatan atau misdrijven. Buku III memuat perbuatan tindak pidana yang tergolong pelanggaran atau overtredingen. Misdrijf atau kejahatan berarti tidak lain daripada perbuatan melanggar hukum. Sedangkan overtredingen atau pelanggaran berarti suatu perbuatan yang berhubungan dengan hukum  berarti tidak lain merupakan perbuatan melanggar hukum. Terdapat dua macam cara untuk menentukan perbedaan diantara keduanya, yakni: pertama meneliti maksud dari pembentuk undang-undang,kedua secara meneliti sifat-sifat berbeda antara tindak pidana yang termuat dalam buku II KUHP dan tindak pidana yang termuat dalam buku III KUHP.

LOCUS & TEMPUS DELICTI

Tempus delicti merupakan waktu terjadinya delik yang menentukan apakah suatu peristiwa pidana tunduk pada aturan yang mana, umur pelaku, kadaluarsa penuntutan, batas waktu pengaduan jika delik aduan, apakah tejadi pengulangan, dan apakah telah terjadi tertangkap tangan atau tidak. Locus delicti merupakan penentuan lokasi terjadinya delik. Dalam hukum pidana ada tiga macam teori dalam locus delicti, yaitu:
1.Teori perbuatan materiel (leer van de lichamelijke), yang menjadi locus delicti ialah tempat dimana pembuat melakukan segala yang kemudian dapat mengakibatkan delik yang bersangkutan
2.Teori alat (leer van het instrument) yang menjadi locus delicti ialah tempat dimana alat tersebut digunakan sehingga menimbulkan adanya delik
3.Teori akibat (leer van het gevolg), yang menjadi locus delicti ialah akibat dari perbuatan itu terjadi.

TINDAK PIDANA BERUPA TAK BERBUAT (NALATEN)

Ada kalanya seorang diancam akan dihukum pidana apabila tidak melakukan perbuatan tertentu (omissie delict), seperti:
1.Pasal 224 KUHP yang mengancam dengan hukuman pidana seorang yang telah dipanggil dengan sah sebagai saksi dalam suatu perkara di depan hakim datang menghadap tanpa sebab yang sah
2.Pasal 531 yang mengancam dengan hukuman pidana seorang yang sedang tahu bahwa orang lain berada dalam bahaya, dan ia mampu menolongnya tanpa membahayakan dirinya sendiri namun ia diam saja tanpa berbuat apa-apa.
Dalam hal tindak pidana dengan perumusan material mungkin yang menyebabkan akibat tertentu merupakan sutu tak berbuat. Ini terjadi apabila ada kewajiban untuk berbuat dan kewajiban ini diabaikan, misalnya pembunuhan seorang anak kecil dapat dilakukan oleh seorang ibu dengan cara tidak memberikan makan.

RUANG LINGKUP KAJIAN HUKUM PIDANA

Menurut Herbert L. packer hukum pidana pada dasarnya didasarkan pada tiga konsep yaitu pelanggaran, kesalahan, dan hukuman. Adapun substansi hukuman yaitu:
-What conduct should be designated as criminal
-What determinations must be made before a person can be found to have committed a criminal offences
-What should be done with persons who are found to have committed criminal offences
Barda nawawi arief menyatakan bahwa ada tiga substansi dalam hukum pidana, yakni:
1.Masalah tindak pidana
2.Masalah kesalahan atau pertanggungjawaban pidana
3.Masalah pidana/pemidanaan
Dengan demikian ruang lingkup pidana pada dasarnya membahas tiga masalah sentral dalam hukum pidana yaitu:
1.Tentang perbuatan apa saja yang dilarang dan kemudian lazim disebut dalam bahasa Indonesia sebagai tindak pidana, perbuatan pidana, dan peristiwa pidana. Istilah tersebut biasa dikatakan strafberfeit dalam bahasa belanda atau delic dalam bahasa inggris.
2.Tentang pertanggungjawaban pidana atau torekeningbaar heid, yaitu keadaan yang membuat seseorang dapat dipidana serta alasan-alasan dan keadaan apa saja yang membuat seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana tidak dapat dipidana.
3.Tentang pidana itu sendiri atau sanksi apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan tindak pidana dan kepadanya dapat dianggap bertanggung jawab

TINDAK PIDANA MATERIAL & FORMAL

Tindak pidana material  merupakan suatu tindak pidana yang dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat tertentu tanpa merumuskan wujud daripada perbuatan tersebut. Sedangkan tindak pidana formil merupakan suatu tindak pidana yang dirumuskan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan tersebut.
Contoh tindak pidana material ialah:
1.Pembunuhan, dalam pasal 338 KUHP dirumuskan dengan perbuatan yang menyebabkan matinya orang lain tanpa disebutkan wujud dari perbuatan tersebut
2.Pembakaran rumah dengan sengaja dalam pasal 187 KUHP disebutkan sebagai mengakibatkan terjadinya kebakaran tanpa disebutkan wujud daripada perbuatan tersebut
Contoh tindak pidana formil ialah:
1.Pencurian yang termaktub dalam pasal 362 KUHP, dirumuskan sebagai perbuatan yang berwujud yaitu “mengambil barang milik orang lain”, tanpa disebutkan akibat yang ditimbulkan
2.Memalsukan surat yang termaktub dalam pasal 263 KUHP, dirumuskan sebagai perbuatan yang berwujud membuat surat palsu tanpa disebutkan akibat yang ditimbulkan.
Materi berarti isi dan form berupa wujud, maka dalam tindak pidana material dirumuskan isi berupa akibat yang dilarang, sedangkan dalam tindak pidana formil dirumuskan wujud berupa perbuatan tertentu.

TEORI HUKUM PIDANA ( STRAFRECHTS THEORIEN)

A.Teori absolut atau teori mutlak
Menurut teori ini, setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana tidak boleh tidak dan tanpa tawar menawar. Tidak dilihat akibat-akibat apa yang timbul ketika dijatuhkan pidana, tidak juga dipedulikan apakah dengan demikian masyarakat mungkin akan dirugikan. Perspektifnya ditinjau hanya masa lampau tanpa meninjau dari masa yang akan datang. Dalam al-qur’an surah an-nisaa ayat 93 yang berbunyi “dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasanya ialah jahanam; kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, mengutuknya serta menyiadakan azab yang besar baginya”.
“pembalasan” (vergelding) oleh banyak orang dikemukakan sebagai alasan untuk mempidana suatu kejahatan. Menurut prof Mr.J.M van bemmelen dalam buku karya bersama dengan prof.Mr.W.F.C van hattum, hand en leerboek van het nederlandsche strafrecht jilid II halaman 12 dan 13 mengemukakan unsur naastenliefde (cinta kepada sesama manusia) sebagai dasar adanya pelanggaran terhadap adanya norma-norma oleh para penjahat. Cinta pada manusia mendasarkan pada larangan mencuri, membunuh, menganiaya, dan sebagainya. Nada kemutlakan terdapat pada sikap prof.Mr.R.Kranenburg yang mendasarkan pidana pada keinsyafan keadilan (rechts bewustzijn) dari sesame warga dari suatu negara. Menurut hazewinkel suringa yang mempergunakan keinsyafan kesusilaan (zadelijk bewustzijn) sebagai dasar pidanasss
B.Teori relative atau teori nisbi
Menurut teori ini, suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana. Untuk itu tidak cukup adanya suatu kejahatan tetapi harus dipersoalkan perlu dan manfaat suatu pidana bagi si pelaku atau bagi masyarakat, disini ditinjau juga dari masa lampau dan masa depan. Teori relative/nisbi dikatakan juga sebagai teori tujuan (doel theorien), yang memiliki tujuan yaitu harus diarahkan kepada upaya agar dikemudian hari kejahatan yang telah dilakukan tidak diulang kembali (prevensi). Prevensi terbagi atas dua macam yaitu prevensi khusus dimana ditujukan kepada si penjahat, sedangkan prevensi umum ditujukan agar semua oknum takut melakukan suatu tindak kejahatan. Kedua prevensi ini berdasar atas gagasan bahwa mulai dari ancaman dan kemudian dijatuhkan pidana orang tersebut akan takut menjalankan kejahatan. Menurut zevenbergen terdapat tiga macam memperbaiki si penjahat yaitu: perbaikan yuridis, perbaikan intelektual, dan perbaikan moral. Perbaikan yuridis mengenai sikap penjahat dalam hal menaatii peraturan perundang-undangan. Perbaikan intelektual mengenai cara berpikir si penjahat agar ia insyaf akan jeleknya kejahatan. Perbaikan moral mengenai rasa kesusilaan si penjahat agar ia menjadi orang yang bermoral tinggi
Konsekuensi daripada teori relative yakni untuk mencapai tujuan prevensi tidak hanya secara negative maka tidaklah layak dijatuhkan pidana tetapi dianggap baik bahwa pemerintah mengambil tindakan yang tidak bersifat pidana, tindakan ini berupa mengawasi saja tindak tanduk si penjahat atau menyerahkan ke lembaga swasta dalam bidang social untuk menampung orang-orang yang perlu dididik menjadi anggota masyarakay yang berguna (beveilingings maatregelen)
C.Teori gabungan
Teori ini adanya pengakuan bahwa dalam hukum pidana terdapat unsur pembalasan dan terdapat pula unsur prevensi yang memiliki tujuan yakni memperbaiki penjahat yang telah melakukan tindak pidana

ASAS-ASAS HUKUM PIDANA YANG BERSUMBER DARI PASAL 1 KUHP

A.Asas legalitas
Menurut aristoteles bahwa tujuan utama hukum adalah keadilan yang meliputi:
a.Keadilan distributive yang didasarkan pada jasa-jasa
b.Keadilan komutatif yang tidak didasarkan pada jasa-jasa
Pada awal abad ke-19 Anselm von Feuerbach memperkenalkan prinsip dalam hukum pidana yakni Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang artinya tiada perbuatan/delik yang dapat dipidana tanpa terlebih dahulu diketahui undang-undang hukum pidana. Maka dalam hal ini berlakulah asas legalitas dimana hanya ada suatu perbuatan yang ditentukan dalam undang-undang sebagai tindak pidana sajalah yang dapat dihukum. Atas dasar asas yang telah dikemukakan di atas, maka terdapat dua asas dari hukum pidana, yaitu
1.Bahwa sanksi pidana hanya dapat ditentukan dengan undang-undang
2.Bahwa ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut (geen terugwerkende kracht)
B.Asas non retroaktif (larangan berlaku surut)
Asas ini berkaitan dengan asas legalitas. Tujuan dari asas ini ialah jangan sampai seseorang melakukan suatu perbuatan pidana lalu  karena orang tersebut tidak disukai maka undang-undang yang menyatakan bahwa perbuatan itu tak dapat dipidana. Oleh karena itu secara tegas larangan berlaku surut juga dimuat dalam deklarasi universal hak asasi manusia, namun dalam perkembangannya asas berlaku surut dapat dilanggar dalam hukum pidana khusus seperti undang-undang terorisme dan undang-undang peradilan HAM, pelanggaran tersebut dapat dibenarkan sepanjang HAM yang dilindungi jauh lebih besar.
C.Asas larangan menggunakan analogi
Analogi merupakan suatu cara penafsiran yang bernada memperluas arti dari suatu peraturan hukum (extensieve interpretative). Hal yang pernah terjadi dalam praktik penegakkan hukum Indonesia adalah putusan hakim bismar siregar yang menyamakan persetubuhan bujang dengan gadis sebagai “pencurian”. Bismar siregar menganggap kegadisan sama dengan barang sebagaimana dalam KUHP yaitu segala sesuatu yang mengandung nilai ekonomid. Putusan ini banyak dikecam oleh hakim dan pengamat hukum ketika itu.
D.Asas yang menguntungkan bagi tersangka
Asas ini muncul dari ketentuan pasal 1 ayat 2 KUHP yang berkaitan waktu melakukan tindak pidana. Jika seseorang yang dituduh melakukan suatu perbuatan yang melanggar suatu kaidah undang-undang yang berlaku tetapi dalam proses hukum muncullah aturan yang baru yang sangat mungkin akan lebih berat, maka KUHP menegaskan pemberlakuan ketentuan mana yang paling menguntungkan. Ini sejalan dengan tujuan hukum pidana yaitu bersifat memperbaiki bukan balas dendam belaka

HUBUNGAN SEBAB AKIBAT (CAUSAAL VERBAND)

Bahwa untuk tindak pidana sebagai unsur pokok harus ada suatu akibat tertentu dari perbuatan si pelaku berupa kerugian atas kepentingan orang lain, menandakan keharusan adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara perbuatan si pelaku dan kerugian kepentingan tertentu. Terdapat dua teori dalam hubungan sebab akibat, yakni:
1.Teori yang dikemukakan oleh von buri yang disebut teori conditio sine qua non (teori syarat mutlak) yang menyatakan bahwa suatu hal merupakan suatu akibat apabila akibat itu tidak akan terjadi jika sebab itu tidak ada.
2.Teori yang dikemukakan oleh von bar yang kemudian diteruskan oleh van kriese yang disebut teori adequate veroorzaking (penyebaban yang bersifat dapat dikira-kira), dan yang mengajarkan bahwa suatu hal baru dapat dinamakan sebab dari suatu akibat apabila menurut pengalaman manusia dapat dikira-kirakan bahwa sebab itu akan diikuti oleh akibat tersebut.
Contoh:
Seorang A menyuruh B  membelikan roti ke satu toko roti. Di toko B membeli roti dan memberikan uang pecahan besar. Penjual roti C tidak memiliki uang kecil, kemudian menyuruh kawannya D untuk menukarkan uang tersebut kepada penjual rokok E yang ada diseberang jalan. Kemudian setelah E memberikan pecahan kecil kepada D, kemudian D menyebrang lagi jalan raya dan menabrak orang yang naik sepeda yaitu si F yang jatuh dan mendapat luka kecil. Akan tetapi karena terjadi infeksi yang tidak terobati maka luka tersebut besar dan si F meninggal dunia.
Dalam aliran pertama dari von buri semua perbuatan masing-masing dari A,B,C,D,dan E merupakan sebab-sebab dari matinya si F, karena seandainya salah satu perbuatan tidak ada, maka si F tidak akan meninggal dunia. Namun dalam aliran kedua dari von bar yang diteruskan oleh van kriese, tiap-tiap perbuatan dari A,B,C,D,E itu biasanya menurut pengalaman tidak menyebabkan meninggalnya si F maka tidak ada yang dapat dikatakan menyebabkan meninggalnya si F.
Menurut traeger yang membagi dua teori dalam sebab akibat, yakni:
1.Teori mengindividualisir, yakni dalam mencari suatu masalah dan rangkaian perbuatan tersebut, maka didasarkan pada keadaan yang nyata yang menyebabkan akibat yang timbul (in concreto)
2.Teori menggeneralisir, yakni dalam mencari/menentukan sebab daripada akibat yang timbul dengan mencari ukuran melalui perhitungan pada umumnya (in abstracto)

PERAN MUSLIMAH DALAM PEMBANGUNAN UMAT

Islam dengan keagungan syariatnya, kesempurnaan hukum-hukumnya, serta luasnya tanggung jawabnya telah menjadikan wanita sebagai unsur yang proaktif sebagai angka yang memiliki nilai tinggi dalam pembangunan umat dan pemantapan peradabannya, serta dalam memakmurkan bumi dan realisasi khalifah di seluruh penjuru dunia, setelah sebelumnya wanita dihinakan, tidak memiliki nilai selain alat pemuas nafsu belaka. Pemikiran barat modern mengembalikan wanita kepada kekelaman pertama di dalam masyarakat, menurunkan harkat dan martabatnya dari ketinggian, kepemimpinan, dan kemuliaan, mengeluarkan dari cahaya islam menuju tingkatan paling bawah yaitu ketika menuntut kaum wanita untuk meninggalkan rumah meninggalkan malu dan kesucian untuk berjejeal dengan pria di tempat perkumpulan mereka dengan dalih emansipasi wanita, dan terkadang kesetaraan gender, merealisasikan peran wanita yang proaktif sebagai salah satu unsur masyarakat. Hasil riset dan penelitian yang dihasilkan barat sendiri tentang kondisi yang dicapai oleh wanita berupa pelecehan, penodaan, dan eksploitasi kehormatan, penistaan terhadap kemuliaan dan kesucian. DR Edablin mengatakan “sesungguhnya sebab terjadinya krisis keluarga di amerika dan rahasia dari tindakan criminal di masyarakat ialah seorang istri meninggalkan rumahnya untuk menambah penghasilan rumah tangga, dan memang pendapatan bertambah berbanding lurus dngan runtuhnya akhlak”. Seorang penulis wanita inggris, Lady cook mengatakan “bercampur baur dengan wanita sudah menjadi biasa bagi kaum pria, ini menyebabkan wanita merasa rakus dengan hal-hal yang menyalahi fitrahnya. Seukuran dengan banyaknya percampuran maka seukuran itu pula banyaknya anak-anak zina”. Akan tetapi subhanallah, wanita muslimah memiliki peran yang jelas dan tertentu dalam sebuah masyarakat muslim, banyaknya nash dari al-qur’an dan sunnah yang datang menjelaskan seterang-terangnya. Wanita muslimah adalah saudara kandung laki-laki dan sekutunya. Rasulullah saw bersabda “sesungguhnya wanita itu adalah saudara kandung laki-laki” (HR. abu daud dan lainnya) dihasankan oleh Al-Albani. Jadi kaum wanita seperti kaum pria dalam pelaksanaan pembebanan syariat ia tidak berbeda dalam keadaan apapun dengan kapasitasnya sebagai muslimah kecuali dalam keadaan yang dikecualikan oleh Allah berdasarkan hikmah dan keadilanNya.
Wanita muslimah adalah da’iyah dan pengajar rabbani
Sayyidah binti abdul ghani ialah seorang wanita alim dan mulia, penghafal al-qur’an yang mulia, orang tuanya mendidik dan mengajarkannya untuk menyiapkan dirinya menjadi seorang guru untuk kaum wanita. Ia menghafal al-qur’an dengan hafalan yang gemilang, menerima sebagian ilmu, pandai menulis, berkumpul di majelis-majelis kaum wanita. Ia menginfakkan di jalan kebaikan semua yang ia terima dari upah mengajarnya
Wanita muslimah adalah pemimpin di dalam rumah suaminya
Rasulullah saw bersabda “ setiap anak manusia adalah pemimpin, laki-laki ialah pemimpin keluarganya, dan seorang istri adalah pemimpin di rumahnya” (dishahihkan oleh Al-Albani dalam shahihul jami’). Tidak bisa dipahami bahwa yang pertama kali dikenal oleh akal dari makna kepemimpinan wanita di rumah suaminya adalah ia menjalankan rumah tangga seperti melayani, memasak, merapikan rumah, dan sejenisnya, sekalipun hal tersebut merupakan tugasnya, akan tetapi tugas utamnya ialah mengayomi dan mengarahkan agar siapa saja yang berada di dalam rumahnya harus berada diatas jalan petunjuk dan kebenaranNya.
Sisi aplikatif terhadap peran wanita muslimah dalam masyarakat
1.Memanfaatkan semua stasiun berita yang memberikan perspektif untuk merumuskan peran wanita, serta membantah syubhat-syubhat para musuh yang menyiarkan secara berkala
2.Melakukan pengkajian strategis untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan dalam mengaktifkan peran wanita dalam masyarakat serta perbedaan-perbedaan yang ada pada satu masyarakat dengan masyarakat lainnya
3.Mendirkan pusat-pusat pelatihan atau pendidikan untuk menyiapkan wanita muslimah yang kokoh dan sinergi dengan peran yang menantikan

Semoga kaum laki-laki bangkit melindungi dan kaum wanita bangkit mengemban tugasnya yang suci.