Kamis, 06 September 2012

UPAYA MENGINTEGRASI HUKUM ISLAM KE DALAM HUKUM NASIONAL

this is my fourth article..telah berhasil dipublish oleh media massa "mercusuar" pada tanggal 6 september 2012


Tidak dapat dielakkan bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum, sebagaimana tertuang dan terpatri dalam konstitusi Republik Indonesia yakni UUD 1945 pasal 1 ayat (3). Namun juga tidak dapat dipungkiri bahwa agama islam merupakan agama mayoritas dalam tanah air indonesia.
Dalam suatu tatanan hukum di Indonesia, Indonesia menganut mix law system yang tidak hanya terpatri dalam perundang-undangan saja tetapi memberlakukan pula sistem hukum Islam dimana eksistensinya termanifestasi dalam UUD 1945 yang merupakan hukum dasar. Menilik bunyi pembukaan UUD 1945 alinea ke-IV yakni “ketuhanan yang maha Esa”, secara implisit menyatakan bahwa adanya pengakuan keagamaan, oleh karena agama islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, maka hukum Islam resmi menjadi salah satu sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
Historical Piagam Jakarta
Piagam jakarta merupakan sebuah dokumen bersejarah yang pernah mempunyai peranan penting bagi pembentukkan NKRI, peranan penting ini berkaitan dengan perumusan pembukaan undang-undang dasar 1945 dengan bunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, namun keberadaan piagam jakarta ini, ditentang oleh segelintir pihak yakni Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo, sehingga redaksi dari pembukaan undang-undang dasar 1945 diganti menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”.
Dengan adanya perubahan pada redaksi pembukaan undang-undang dasar 1945 terkesan mengutip ayat 1 Q.S Al-Ikhlas  “Qulhuwallahu Ahad” yang berarti “Katakanlah bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa” semakin menguatkan eksistensi hukum islam sebagai sistem hukum nasional bahkan menjadi salah satu jalan alternatif dalam penyelesaian problematika hukum dewasa ini.
Urgensi Hukum Islam
Mengutip pendapat Mohammad Natsir yang menyatakan bahwa tujuan agama sebagai institusi yang paling urgen ialah penegakkan syariah. Dengan adanya hal tersebut maka implementasi hukum islam dalam hukum nasional dinilai sangat urgen
Terlebih dewasa ini, sistem hukum indonesia semakin pasang surut dalam melakukan tindakan preventif maupun represif terhadap problematika hukum yang terjadi. Hal ini diakibatkan, adanya “kelonggaran” implementasi hukum islam dalam sistem hukum nasional di Indonesia. Nilai-nilai syar’i dalam sistem hukum nasional semakin terabaikan. Langkah strategis yang harus diambil oleh para penegak hukum ialah mereduksi secara intensif hukum islam ke dalam hukum nasional.
Penulis mengambil contoh negara Malaysia, penerapan hukum islam dilakukan oleh pemerintah dalam membuat kebijakan peraturan perundang-undangan, salah satunya ialah memisahkan antara penumpang wanita dan pria dalam penggunaan mobil angkutan umum. Hal ini sebenarnya sangat tepat untuk direduksi oleh pemerintah Indonesia dalam membuat suatu kebijakan peraturan perundang-undangan, guna untuk menekan jumlah kriminalisasi pemerkosaan dalam mobil angkutan umum yang marak terjadi dewasa ini.
Selain implementasi hukum islam dalam peraturan perundang-undangan, implementasi sangsi hukum islam dianggap sangat mampu memberi efek jera pada terpidana seperti terpidana koruptor, melalui pengQiyasan koruptor dapat dihukum layaknya hukuman yang dijatuhkan oleh koruptor yakni potong tangan, hal ini menurut penulis sangat efektif untuk meminimalisir terjadinya tidak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya, sehingga menciptakan negara Indonesia yang kondusif sesuai dengan apa yang selama ini menjadi harapan bangsa Indonesia pada umumnya.