this is my fifth article..berhasil di publish oleh media massa mercusuar pada hari jum'at,12 oktober 2012
Berbicara
mengenai sistem hukum yang mengalami perkembangan di dunia dewasa ini yakni sistem
hukum eropa kontinental (civil law system) dan sistem hukum anglo saxon(common
law system). Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tertuang dan terpatri
dalam pasal 1 ayat 3 konstitusi Republik Indonesia, oleh karena itu Indonesia
tidak lepas dari salah satu diantara dua sistem hukum yang mengalami
perkembangan dewasa ini, yakni sistem hukum
eropa kontinental. Namun ada hal yang berbeda dari sistem hukum yang dianut
oleh Indonesia yaitu mix law system mulai dari sistem hukum adat, civil law,
serta hukum agama.
Berdasarkan
argumentasi di atas, penulis hendak mengkaji secara spesifik terkait dengan
alasan mengapa Indonesia menganut civil law system? Inilah pertanyaan dasar
yang wajib dikritisi oleh semua elemen masyarakat. Merujuk pertanyaan di atas,
dapat ditinjau dari segi historycal yakni Indonesia pernah dijajah oleh bangsa
Belanda yang sejak awal menganut civil law system. Setelah terlepas dari
cengkraman bangsa Belanda, lantas apakah cengkraman tersebut terlepas secara
keseluruhan? rupanya pihak Belanda masih meninggalkan sisa-sisa cengkraman yang
termanifestasi dalam bentuk budaya feodal yang masih eksis sampai dewasa ini
tanpa menyisipkan referensi yang menjelaskan bagaimana cara membangun negara
dengan sistem hukum yang baik dan benar, terlebih hal ini diperkuat oleh
sebagian teks proklamasi yaitu “...pemindahan kekuasaan dilaksanakan dengan
cara yang seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”
Phlegamatisasi
Sistem Hukum
Phlegmatis
merupakan salah satu karakter yang tertanam dalam pribadi seseorang. Ciri khas
dari karakter phlegmatis ialah ketidak teguhan dalam pendirian atau dapat
dikatakan sebagai plinplan. Lantas apa hubungannya dengan sistem hukum?
Ternyata sistem hukum di Indonesia dewasa ini masih kalang kabut dalam
menentukan kiblat sistem hukum antara tetap mempertahankan eksistensi
historycal sistem hukum atau menegakkan progresifisasi hukum. Hal inilah yang
menyebabkan penyelesaian sengketa hukum di masyarakat tidak dapat terselesaikan
dengan baik dan benar.
Memang
tidak dapat dielakkan bahwa eksistensi history dianggap urgen karena suatu
peristiwa tidak dapat dilepaskan dari “jamahan” history, namun ketika history
dianggap tidak lagi dapat menyelesaikan problematika dewasa ini, lantas apakah
eksistensi history tersebut masih tetap untuk dipertahankan?
Konsistensi
Sistem Hukum
Terkait
dengan pertanyaan di atas, maka sebenarnya eksistensi history tidak dapat
dipertahankan ketika history dinyatakan tidak mampu lagi dalam menyelesaikan
problematika hukum dewasa ini. Hal ini termanifestasi
dalam sistem penegakkan hukum indonesia yang menyatakan bahwa dalam proses
penegakkan hukum harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan hal ini
merupkan konsekuensi logis dari sistem civil law, lantas bagaimana jika
penegakkan hukum yangg demikian masih mencederai rasa keadilan
masyarakat?bukankah hukum dibuat untuk masyarakat?
Selayaknya bisa disandingkan
perbedaan antara sistem civil law dan sistem common law terkait dengan prinsip
umum dalam penegakkan hukum. Dalam sistem civil law ketika hakim memutuskan
suatu perkara berdasarkan pertimbangan-pertimbangan harus sesuai dan sejalan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (dalam hal ini kuhpidana dan
kuhperdata) hal ini berimplikasi pada putusan hakim yang cenderung menjadi
corong undang-undang atau dalam adagium hukum disebut La bonches de Laloi.
Sedangkan dalam sistem common law; adanya ‘peranan’ yang diberikan kepada
seorang hakim yang berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan
dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, melainkan peranannya sangat
besar yaitu membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai
wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan
menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi
hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis (pola pikir induktif).
Dalam sistem ini, diberikan prioritas yang besar pada yurisprudensi dan
menganut prinsip judge made precedent sebagai hal utama dari hukum.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya indonesia meninggalkan tapak-tapak history yg
menurut hemat penulis terindikasi banyak kekurangan, dengan mencoba konsisten
mengarah ke kiblat sistem hukum common law selayaknya negara tetangga yakni
vietnam yang merubah sistem hukumnya.