Senin, 19 Maret 2012

PENGATURAN NASIONAL MENGENAI TENAGA KERJA ASING

1. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP)
Berbeda dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menggunakan istilah tenaga kerja asing terhadap warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI), dalam Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP), menggunakan istilah tenaga warga negara asing pendatang, yaitu tenaga kerja warga negara asing yang memiliki visa tingal terbatas atau izin tinggal terbatas atau izin tetap untuk maksud bekerja (melakukan pekerjaan) dari dalam wilayah Republik Indonesia (Pasal 1 angka 1). Istilah TKWNAP ini dianggap kurang tepat, karena seorang tenaga kerja asing bukan saja datang (sebagai pendatang) dari luar wilayah Republik Idnonesia, akan tetapi ada kemungkinan seorang tenaga kerja asing lahir dan bertempat tinggal di Indonesia karena status keimigrasian orang tuanya (berdasarkan asas ius soli atau ius sanguinis).
Pada prinsipnya, Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang adalah mewajibkan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia di bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia kecuali jika ada bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya diisi oleh tenaga kerja Indonesia, maka penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang diperbolehkan sampai batas waktu tertentu (Pasal 2). Ketentuan ini mengharapkan agar tenaga kerja Indonesia kelak mampu mengadop skill tenaga kerja asing yang bersangkutan dan melaksanakan sendiri tanpa harus melibatkan tenaga kerja asing. Dengan demikian penggunaan tenaga kerja asing dilaksanakan secara slektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara optimal.
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK), penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing (UUPTKA). Dalam perjalanannya, pengaturan mengenai penggunaan tenaga kerja asing tidak lagi diatur dalam undang-undang tersendiri, namun sudah merupakan bagian dari kompilasi dalam UU Ketenagakerjaan yang baru. Dalam UUK, pengaturan Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dimuat pada Bab VIII, Pasal 42 sampai dengan Pasal 49. Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban pemberi kerja yang menggunakan TKA untuk memperoleh izin tertulis; memiliki rencana penggunaan TKA yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA; kewajiban penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA; hingga kewajiban memulangkan TKA ke negara asal setelah berakhirnya hubungan kerja.
UUK menegaskan bahwa setiap pengusaha dilarang mempekerjakan orang-orang asing tanpa izin tertulis dari Menteri. Pengertian Tenaga Kerja Asing juga dipersempit yaitu warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Di dalam ketentuan tersebut ditegaskan kembali bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Untuk memberikan kesempatan kerja yang lebih luas kepada tenaga kerja Indonesia (TKI), pemerintah membatasi penggunaan tenaga kerja asing dan melakukan pengawasan. Dalam rangka itu, Pemerintah mengeluarkan sejumlah perangkat hukum mulai dari perizinan, jaminan perlindungan kesehatan sampai pada pengawasan. Sejumlah peraturan yang diperintahkan oleh UUK antara lain :
1)   Keputusan Menteri tentang Jabatan Tertentu dan Waktu Tertentu (Pasal 42 ayat (5));
2)   Keputusan Menteri tentang Tata Cata Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Pasal 43 ayat (4));
3)   Keputusan Menteri tentang Jabatan dan Standar Kompetensi (Pasal 44 ayat (2));
4)   Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan Tertentu yang Dilarang di Jabat oleh Tenaga Kerja Asing (Pasal 46 ayat (2));
5)   Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan Tertentu di Lembaga Pendidikan yang Dibebaskan dari Pembayaran Kompensasi (Pasal 47 ayat (3)).
6)   Peraturan Pemerintah tentang Besarnya Kompensasi dan Penggunaannya (Pasal 47 ayat 4).
7)   Keputusan Presiden tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping (Pasal 49).
Sejak UUK diundangkan pada tanggal 25 Maret 2003, telah dilahirkan beberapa peraturan pelaksana undang-undang tersebut[1], antara lain :
1)  Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 223/MEN/2003 Tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi.
2)  Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 67/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Program JAMSOSTEK bagi Tenaga Kerja Asing.
3) Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja nasional terutama dalam mengisi kekosongan keahlian dan kompetensi di bidang tertentu yang tidak dapat ter-cover oleh tenaga kerja Indonesia, maka tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia sepanjang dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Mempekerjakan tenaga kerja asing dapat dilakukan oleh pihak manapun sesuai dengan ketentuan kecuali pemberi kerja orang perseorangan. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk kecuali terhadap perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler. Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu bagi tenaga kerja asing ditetapkan dengan keputusan Menteri, yaitu Keputusan Menteri Nomor : KEP-173/MEN/2000 tentang Jangka Waktu Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.
Terhadap setiap pengajuan/rencana penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia harus dibatasi baik dalam jumlah maupun bidang-bidang yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing. Hal itu bertujuan agar kehadiran tenaga kerja asing di Indoesia bukanlah dianggap sebagai ancaman yang cukup serius bagi tenaga kerja Indonesia, justru kehadiran mereka sebagai pemicu bagi tenaga kerja Indonesia untuk lebih professional dan selalu menambah kemampuan dirinya agar dapat bersaing baik antara sesama tenaga kerja Indonesia maupun dengan tenaga kerja asing. Oleh karenanya UUK, membatasi jabatan-jabatan yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing. Terhadap tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu yang selanjutnya diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 223 Tahun 2003 tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi.
Jabatan-jabatan yang dilarang (closed list) ini harus diperhatikan oleh si pemberi kerja sebelum mengajukan penggunaan tenaga kerja asing. Selain harus mentaati ketentuan tentang jabatan, juga harus memperhatikan standar kompetansi yang berlaku. Ketentuan tentang jabatan dan standar kompetensi didelegasikan ke dalam bentuk Keputusan Menteri. Namun dalam prakteknya, kewenangan delegatif maupun atributif ini belum menggunakan aturan yang sesuai dengan UUK.
Kahadiran tenaga kerja asing dapat dikatakan sebagai salah satu pembawa devisa bagi negara dimana adanya pembayaran kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakan. Pembayaran kompensasi ini dikecualikan pada pemberi kerja tenaga kerja asing merupakan instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan[2]. Besanya dana kompensasi untuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri sebesar US$15, sedangkan kompensasi untuk tenaga kerja asing di Indonesia sebesar US$100[3]. Dalam rangka pelaksanaan Transfer of Knowledge dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia, kepada pemberi kerja diwajibkan untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja pendamping (Pasal 49 UUK). Mengenai hal ini diatur dengan Keputusan Presiden yang sampai saat ini belum ditetapkan.
3. Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Peraturan Menteri ini dikelurakan dalam rangka pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) UUK. Dengan dikeluarkannya  Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing ini maka beberapa peraturan sebelumnya terkait dengan pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) UUK ini yakni : Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.228/MEN/2003 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.20/MEN/III/2004 tentang Tata Cara Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.21/MEN/III/2004 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Sebagai Pemandu Nyanyi/Karaoke; Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.15/MEN/IV/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.34/MEN/III/2006 tentang Ketentuan Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) Kepada Pengusaha Yang Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Pada Jabatan Direksi atau Komisaris; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 44).
1)Tata Cara Permohonan Pengesahan RPTKA
Selain harus memiliki izin mempekerjakan tenaga kerja asing, sebelumnya pemberi kerja harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 3 menyebutkan bahwa “pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA harus memiliki RPTKA” yang digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis yang dilengkapi alasan penggunaan TKA dengan melampirkan :
  1. formulir RPTKA yang sudah dilengkapi;
  2. surat ijin usaha dari instansi yang berwenang;
  3. akte pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
  4. keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat;
  5. bagan struktur organisasi perusahaan;
  6. surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan;
  7. copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan; dan
  8. rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi tertentu apabila diperlukan.
Formulir RPTKA sebagaimana dimaksud pada huruf a memuat :
  1. Identitas pemberi kerja TKA;
  2. Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur bagan organisasi perusahaan yang bersangkutan;
  3. Besarnya upah TKA yang akan dibayarkan;
  4. Jumlah TKA;
  5. Lokasi kerja TKA;
  6. Jangka waktu penggunaan TKA;
  7. Penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan[4]; dan
  8. Rencana program pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia.
2) Pengesahan RPTKA
Dalam hal hasil penilaian kelayakan permohonan RPTKA telah sesuai prosedur yang ditetapkan, Dirjen atau Direktur harus menerbitkan keputusan pengesahan RPTKA. Penerbitan keputusan pengesahan RPTKA dilakukan oleh Dirjen untuk permohonan penggunaan TKA sebanyak 50 (lima puluh) orang atau lebih; serta Direktur untuk permohonan penggunaan TKA yang kurang dari 50 (lima puluh) orang. Keputusan pengesahan RPTKA ini memuat :
  1. Alasan penggunaan TKA;
  2. Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan;
  3. Besarnya upah TKA;
  4. Jumlah TKA;
  5. Lokasi kerja TKA;
  6. Jangka waktu penggunaan TKA;
  7. Jumlah TKI yang ditunjuk sebagai pendamping TKA[5]; dan
  8. Jumlah TKI yang dipekerjakan.
3) Perubahan RPTKA
Pemberi kerja TKA dapat mengajukan permohonan perubahan RPTKA sebelum berakhirnya jangka waktu RPTKA. Perubahan RPTKA tersebut meliputi :
a. penambahan, pengurangan jabatan beserta jumlah TKA;
b. perubahan jabatan; dan/atau
c. perubahan lokasi kerja.
4) Persyaratan TKA
Bagi Tenaga Kerja Asing yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan yakni: memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang sesuai dengan jabatan yang akan didudukinya; bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja warga negara Indonesia khususnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pendamping; dan dapat berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia.
5) Perijinan
Ijin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) diberikan oleh Direktur Pengadaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi kepada pemberi kerja tenaga kerja asing[6], dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk mendapatkan rekomendasi visa (TA-01) dengan melampirkan (Pasal 23) :
  1. Copy Surat Keputusan Pengesahan RPTKA;
  2. Copy paspor TKA yang akan dipekerjakan;
  3. Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;
  4. Copy ijasah dan/atau keterangan pengalaman kerja TKA yang akan dipekerjakan;
  5. Copy surat penunjukan tenaga kerja pendamping; dan
  6. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 1 (satu) lembar.
Dalam hal Ditjen Imigrasi telah mengabulkan permohonan visa untuk dapat bekerja atas nama TKA yang bersangkutan dan menerbitkan surat pemberitahuan tentang persetujuan pemberian visa, maka pemberi kerja TKA mengajukan permohonan IMTA dengan melampirkan (Pasal 24):
  1. copy draft perjanjian kerja;
  2. bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri;
  3. copy polis asuransi;
  4. copy surat pemberitahuan tentang persetujuan pemberian visa; dan
  5. foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar[7].
6) Perpanjangan IMTA
Mengenai perpanjangan Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 28. IMTA dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun, bila masa berlaku IMTA belum berakhir. Oleh karena itu permohonan perpanjangan IMTA selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum jangka waktu berlakunya IMTA berakhir. Permohonan perpanjangan IMTA dilakukan dengan mengisi formulir perpanjangan IMTA dengan melampirkan :
  1. Copy IMTA yang masih berlaku;
  2. Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri;
  3. Copy polis asuransi;
  4. Pelatihan kepada TKI pendamping;
  5. Copy keputusan RPTKA yang masih berlaku; dan
  6. Foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
Perpanjangan IMTA diterbitkan oleh :
  1. Direktur untuk TKA yang lokasi kerjanya lebih dari 1 (satu) wilayah propinsi;
  2. Gubernur atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di provinsi untuk TKA yang lokasi kerjanya lintas Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) provinsi;
  3. Bupati/Walikota atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota untuk TKA yang lokasi kerjanya dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota;
7) IMTA Untuk Pekerjaan Darurat
Pekerjaan yang bersifat darurat atau pekerjaan-pekerjaan yang apabila tidak ditangani secara langsung mengakibatkan kerugian fatal bagi masyarakat umum dan jangka waktunya tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari, yang mana jenis pekerjaan mendesak itu ditetapkan oleh instansi pemerintah yang membidangi sektor usaha yang bersangkutan. Permohonan pengajuan IMTA yang bersifat mendesak ini disampaikan kepada Direktur dengan melampirkan :
  1. Rekomendasi dari instansi pemerintah yang berwenang;
  2. Copy polis asuransi;
  3. Fotocopy paspor TKA yang bersangkutan;
  4. Pasfoto TKA ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
  5. Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui bank yang ditunjuk oleh Menteri; dan
  6. Bukti ijin keimigrasian yang masih berlaku.
8) IMTA Untuk Kawasan Ekonomi Khusus
Untuk memperoleh IMTA bagi TKA yang bekerja di kawasan ekonomi khusus, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pejabat yang ditunjuk di kawasan ekonomi khusus. Tata cara memperoleh IMTA di kawasan ekonomi khusus mengikuti ketentuan dalam poin 5 (lima).
9) IMTA Untuk Pemegang Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP)
Pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA pemegang ijin tinggal tetap wajib mengajukan permohonan kepada Direktur dengan melampirkan :
  1. Copy RPTKA yang masih berlaku;
  2. Copy izin tinggal tetap yang masih berlaku;
  3. Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;
  4. Copy ijasah atau pengalaman kerja;
  5. Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri;
  6. Copy polis asuransi; dan
  7. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar.
10) IMTA Untuk Pemandu Nyanyi/Karaoke
Pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA sebagai pemandu nyanyi/karaoke wajib memiliki ijin tertulis dari Direktur. Jangka waktu penggunaan TKA sebagai  pemandu nyanyi/karaoke diberikan paling lama 6 (enam) bulan dan tidak dapat diperpanjang. Untuk menjapatkan ijin pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan IMTA dengan melampirkan :
  1. Copy ijin tempat usaha yang memiliki fasilitas karaoke;
  2. RPTKA yang telas disahkan oleh direktur;
  3. Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri;
  4. Copy polis asuransi; dan
  5. Perjanjian kerja TKA dengan pemberi kerja.
11) Alih Status
Pemberi kerja TKA instansi pemerintah atau lembaga pemerintah atau badan internasional yang akan memindahkan TKA yang dipekerjakannya ke instansi pemerintah atau lembaga pemerintah atau badan internasional lainnya harus mengajukan permohonan rekomendasi alih status kepada Direktur. Rekomendasi disampaikan kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk perubahan KITAS/KITAP yang digunakan sebagai dasar perubahan IMTA atau penerbitan IMTA baru.
12) Perubahan Nama Pemberi Kerja
Dalam hal pemberi kerja TKA berganti nama, pemberi kerja harus mengajukan permohonan perubahan RPTKA kepada Direktur Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Setelah RPTKA disetujui, Direktur Penyediaan dan penggunaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk mengubah KITAS/KITAP sebagai dasar perubahan IMTA, dengan terlebih dahulu menyampaikan permohonan dengan melampirkan :
  1. Copy RPTKA yang masih berlaku;
  2. Copy KITAS/KITAP yang masih berlaku;
  3. Copy IMTA yang masih berlaku;
  4. Copy bukti perubahan nama perusahaan yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang.
13) Perubahan lokasi Kerja
Dalam hal pemberi kerja melakukan perubahan lokasi kerja TKA, pemberi kerja wajib mengajukan permohonan perubahan lokasi kerja TKA kepada Direktur Penyediaan dan Penggunaan tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan melampirkan copy RPTKA dan IMTA yang masih berlaku.
14) Pelaporan
Pemberi kerja TKA wajib melaporkan penggunaan TKA dan pendamping TKA di perusahaan secara periodik 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Dirjen. Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota melaporkan IMTA yang diterbitkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri dengan tembusan kepada Dirjen.
15) Pengawasan
Pengawasan terhadap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
16) Pencabutan Ijin
Dalam hal pemberi kerja mempekerjakan TKA tidak sesuai dengan IMTA, Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota berwenang mencabut IMTA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar