Senin, 30 Januari 2012

DALIL-DALIL SYARI’IYAH SECARA GLOBAL


Dalil-dalil syari’iyah yang diambil daripadanya hukum-hukum amaliyah berpangkal pada empat pokok, yaitu:
  • Al-qur’an
  • As-sunnah
  • Al-ijma’
  • Al-qiyas
Keempat dalil tersebut telah disepakati oleh jumhur ummat islam sebagai dalil dan disepakati susunnannya berupa
Pertama               :               al-qur’an
Kedua                 :             as-sunnah
Ketiga                 :              al-ijma’
Keempat             :               al-qiyas
Selain dari keempat dalil tersebut, terdapat dalil yang masih dipermasalahkan, yakni: istihsan, mashlahah mursalah, istishab, ‘urf, mazhab shahabat, dan syariat orang sebelum kita.
Berikut ini adalah perincian pembahasannya secara menyeluruh:
  1. Dalil pertama (Al-qur’an)
Al-qur’an merupakan kalam (dictum) Allah SWT yang fiturunkan olehNya melalui perantara malaikat jibril ke dalam hati rasulullah dengan lafazh bahasa arab dan dengan makna yang benar agar menjadi hujjah rasul saw dalam pengakuannya sebagai rasulullah. Juga sebagai pedoman ummat manusia dan sebagai amal ibadah dalam membacanya. Ia ditadwinkan diantara dua lembar mushaf yang dimulai dengan surah al-fatehah, dan diakhiri dengan surah an-nas yang telah sampai kepada kita secara teratur, baik dalam bentuk tulisan ataupun lisan secara generasi ke generasi. Diantara keistimewaan al-qur’an ialah lafal dan maknanya itu dari sisi Allah SWT. Dan lafal yang berbahasa arab tersebut diturunkan olehNya ke dalam hati rasulNya
Alasan bahwa al-qur’an merupakan hujjah atas ummat manusia, dan hukum-hukumnya ialah undang-undang yang harus ditaati olehnya bahwa al-qur’an itu diturunkan dari sisi Allah SWT dan disampaikannya kepada ummat manusia dari jalan yang pasti tidak terdapat keraguan di dalamnya mengenai kebenaran. Sedangkan alasan bahwa ia dari sisi Allah berupa kemukjizatnya melemahkan ummat manusia untuk mendatangkan semisalnya
Hukum-hukum yang dikandung di dalam al-qur’an ada tiga macam, yaitu:
·         Hukum-hukum akidah yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh mukallaf mengenai malaikatNya, kitabNya, para rasulNya, dan hari kemudian (doktrin aqoid)
·         Hukum-hukum Allah yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dijadikan sebagai perhiasan oleh setiap mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal kehinaan (doktrin akhlak)
·       Hukum-hukum amaliyah yang bersangkut paut dengan hal-hal tindakan setiap mukallaf mengenai masalah ucapan, perbuatan, akad, perbelanjaan. Macam yang ketiga ini ialah fiqhul qur’an. Dan inilah yang dimaksud dapat sampai kepadanya dengan ilmu ushulul fiqih (doktrin syari’iyah/fiqih)
Hukum-hukum amaliyah dalam al-qur’an terdiri atas dua  cabang hukum, yaitu
·         Hukum-hukum ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, nazar, sumpah, dan ibadah-ibadah lainnya yang memiliki hubungan habluminallah
·         Hukum-hukum muamalah yakni aturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya baik secara individu maupun kolektif
Hal-hal yang berhubungan dengan muamalah manusia yang secara rinci, ialah sebagai berikut:
a.       Hukum badan pribadi, yaitu yang berhubungan dengan unit keluarga mulai dari permulaannya. Dalam hal ini hukum keluarga diatur dalam al-qur’an tercatat 70 ayat
b.      Hukum perdata, yaitu yang berhubungan dengan muamalah antara perseorangan, masyarakat, dan persekutuan. Dalam hal ini hukum perdata diatur dalam al-qur’an tercatat 70 ayat
c.       Hukum pidana, yaitu yang berhubungan dengan tindakan criminal setiap mukallaf dan masalah pidananya bagi si pelaku criminal. Dalam hal ini hukum pidana diatur dalam al-qur’an tercatat 30 ayat
d.      Hukum acara, yaitu yang berhubungan dengan pengadilan, kesaksian, dan sumpah. Dalam hal in, hukum acara diatur dalam al-qur’an tercatat 13 ayat
e.      Hukum ketatanegaraan, yaitu yang berhubungan dengan peraturan pemerintah dan dasar-dasarnya. Dalam hal ini hukum ketatanegaraan diatur dalam al-qur’an tercatat 10 ayat
f.        Hukum internasional, yaitu yang berhubungan dengan masalah-masalah hubungan antarnegara-negara islam dengan bukan negara islam, dan mengatur tata cara pergaulan dengan non muslim dalam negara muslim. Dalam hal ini hukum ketatanegaraan diatur dalam al-qur’an tercatat 25 ayat
g.       Hukum ekonomi dan keuangan, yaitu yang behrubungn dengan hak orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak mendapat bagian dari harta orang kaya, dan mengatur sumber-sumber irigasi, serta perbankan. Dalam hal ini hukum wkonomi dan keuangan diatur dalam al-qur’an tercatat 10 ayat
Adapun nash-nash al-qur’an bila ditinjau dari aspek dalalahnya atas hukum-hukum yang dikandungnya, maka dibagi atas dua bagian yakni
a.       Nash yang qoth’I dalalahnya atas hukumnya
Nash yang menunjukkan kepada makna yang bisa difahami secara tertentu tidak ada kemungkinan menerima ta’wil, tidak ada tempat bagi pemahaman arti yang selain itu sebagaimana  firman Allah SWT yang termaktub dalam surah an-nisa ayat 12 “dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu jika mereka tidak mempunyai anak”. Ayat ini adalah pasti artinya bahwa bagian suami dalam keadaan seperti ini adalah seperdua
b.      Nash yang zhonni dalalahnya atas hukumnya
Nash yang mununjukkan atas memungkinkan maknanya untuk ditakwilkan atau dipalingkan makna asalnya kepada makna lain, seperti firman Allah yang termaktub dalam surah al-maidah ayat 3 “diharamkannya bagimu (memakan) bangkai dan darah” padahal lafal maitah (bangkai) atau keharaman itu ditakhsis dengan selain bagkai lautan. Maka oleh karena itu, nash yang mempunyai makna serupa atau lafal umum, atau lafal mutlak, atau seperti maitah ini, semuanya adalah zhonni dalalahnya (indicator), karena ia mempunyai kecenderungan kepada satu arti lebih

  1. Dalil kedua (as-sunnah)
As-sunnah menurut istilah syara ialah hal-hal yang datang dari rasulullah saw, baik itu ucapan, perbuatan atau pengakuan (taqrir). As-sunnah qauliyah (ucapan) yaitu hadits-hadits rasulullah yang diucapkannya dalam berbagai tujuan dan persesuaian situasi. As-sunnah fi’liyah yaitu hadits-hadits rasulullah dengan perbuatan-perbuatan rasulullah seperti melaksanakan shalat lima waktu sehari semalam. As-sunnah taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat rasul yang telah diikrarkan oleh rasulullah saw baik berupa perbuatan ataupun ucapan sedangkan nikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya atau tidak menunjukkan tanda-tanda ikrar atau menyetujuinya.
Bukti-bukti atas kehujjahan as-sunnah banyak, yaitu:
·         Nash-nash al-qur’an
·         Ijma’ para sahabat r.a. semasa hidup nabi dan setelah wafatnya mengenai keharusan mengikuti sunnah nabi
·         Dalam al-qur’an
Adapun hubungannya as-sunnah kepada al-qur’an dari segi dijadikan hujjah dan kembali kepadanya dalam mengeluarkan hukum-hukum syariat ialah menjadi urutan yang mengiringinya, yaitu seorang mujtahid tidak akan kembali kepada as-sunnah ketika membahas suatu kejadian kecuali ketika ia tidak mendapati apa-apa dalam al-qur’an, suatu hukum yang hendak ia ketahui. Sedangkan hubungannya dari segi hukum yang datang di dalamnya, maka tidaklah melebihi satu-satu di antara tiga hal berikut ini:
a.       Adakalanya as-sunnah itu menetapkan atau mengkukuhkan hukum yang telah ada dalam al-qur’an
b.      Adakalanya as-sunnah merinci, menafsiri hal-hal yang telah datang di dalam al-qur’an secara global atau membatasi hal-hal yang datang di dalam al-qur’an secara mutlak, atau mentakhsis hal-hal yang berada di dalam al-qur’an secara umum
c.       Adakalanya as-sunnah menentapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat dalam al-qur’an
Pembagian as-sunnah menurut perawinya dari rasul saw, ialah:
a.       Sunnah mutawaatirah, yakni sunnah yang diriwayatkan dari rasulullah saw oleh sekelompok perawi yang menurut kebiasaan, perorangan para perawi itu tidak mungkin sepakat untuk berbohong, hal ini terjadi karena jumlah mereka banyak, dan jujur
b.      Sunnah masyhuroh, yakni sunnah yang diriwayatkan dari rasulullah saw oleh seorang atau dua atau sekelompok sahabat rasul yang tidak sampai tingkat tawatur, kemudian mereka meriwayatkan hadits dari satu orang rawi atau beberapa orang rawi.
c.       Sunnah aahad, yakni sunnah yang diriwayatkan oleh satuan yang tidak sampai tingkatan syhuroh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar