Dalil-dalil syari’iyah yang diambil
daripadanya hukum-hukum amaliyah berpangkal pada empat pokok, yaitu:
- Al-qur’an
- As-sunnah
- Al-ijma’
- Al-qiyas
Keempat dalil tersebut telah disepakati
oleh jumhur ummat islam sebagai dalil dan disepakati susunnannya berupa
Pertama : al-qur’an
Kedua : as-sunnah
Ketiga :
al-ijma’
Keempat : al-qiyas
Selain dari keempat dalil tersebut,
terdapat dalil yang masih dipermasalahkan, yakni: istihsan, mashlahah mursalah,
istishab, ‘urf, mazhab shahabat, dan syariat orang sebelum kita.
Berikut ini adalah perincian pembahasannya
secara menyeluruh:
- Dalil pertama (Al-qur’an)
Al-qur’an
merupakan kalam (dictum) Allah SWT yang fiturunkan olehNya melalui perantara
malaikat jibril ke dalam hati rasulullah dengan lafazh bahasa arab dan dengan
makna yang benar agar menjadi hujjah rasul saw dalam pengakuannya sebagai
rasulullah. Juga sebagai pedoman ummat manusia dan sebagai amal ibadah dalam
membacanya. Ia ditadwinkan diantara dua lembar mushaf yang dimulai dengan surah
al-fatehah, dan diakhiri dengan surah an-nas yang telah sampai kepada kita
secara teratur, baik dalam bentuk tulisan ataupun lisan secara generasi ke
generasi. Diantara keistimewaan al-qur’an ialah lafal dan maknanya itu dari
sisi Allah SWT. Dan lafal yang berbahasa arab tersebut diturunkan olehNya ke
dalam hati rasulNya
Alasan bahwa
al-qur’an merupakan hujjah atas ummat manusia, dan hukum-hukumnya ialah
undang-undang yang harus ditaati olehnya bahwa al-qur’an itu diturunkan dari
sisi Allah SWT dan disampaikannya kepada ummat manusia dari jalan yang pasti
tidak terdapat keraguan di dalamnya mengenai kebenaran. Sedangkan alasan bahwa
ia dari sisi Allah berupa kemukjizatnya melemahkan ummat manusia untuk
mendatangkan semisalnya
Hukum-hukum yang
dikandung di dalam al-qur’an ada tiga macam, yaitu:
·
Hukum-hukum akidah yang
bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh mukallaf mengenai
malaikatNya, kitabNya, para rasulNya, dan hari kemudian (doktrin aqoid)
·
Hukum-hukum Allah yang
bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dijadikan sebagai perhiasan oleh
setiap mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal
kehinaan (doktrin akhlak)
·
Hukum-hukum amaliyah yang
bersangkut paut dengan hal-hal tindakan setiap mukallaf mengenai masalah
ucapan, perbuatan, akad, perbelanjaan. Macam yang ketiga ini ialah fiqhul
qur’an. Dan inilah yang dimaksud dapat sampai kepadanya dengan ilmu ushulul
fiqih (doktrin syari’iyah/fiqih)
Hukum-hukum
amaliyah dalam al-qur’an terdiri atas dua
cabang hukum, yaitu
·
Hukum-hukum ibadah, seperti
shalat, puasa, zakat, haji, nazar, sumpah, dan ibadah-ibadah lainnya yang
memiliki hubungan habluminallah
·
Hukum-hukum muamalah yakni
aturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya baik secara individu
maupun kolektif
Hal-hal yang
berhubungan dengan muamalah manusia yang secara rinci, ialah sebagai berikut:
a.
Hukum badan pribadi, yaitu yang
berhubungan dengan unit keluarga mulai dari permulaannya. Dalam hal ini hukum
keluarga diatur dalam al-qur’an tercatat 70 ayat
b.
Hukum perdata, yaitu yang
berhubungan dengan muamalah antara perseorangan, masyarakat, dan persekutuan.
Dalam hal ini hukum perdata diatur dalam al-qur’an tercatat 70 ayat
c.
Hukum pidana, yaitu yang
berhubungan dengan tindakan criminal setiap mukallaf dan masalah pidananya bagi
si pelaku criminal. Dalam hal ini hukum pidana diatur dalam al-qur’an tercatat
30 ayat
d.
Hukum acara, yaitu yang
berhubungan dengan pengadilan, kesaksian, dan sumpah. Dalam hal in, hukum acara
diatur dalam al-qur’an tercatat 13 ayat
e.
Hukum ketatanegaraan, yaitu
yang berhubungan dengan peraturan pemerintah dan dasar-dasarnya. Dalam hal ini
hukum ketatanegaraan diatur dalam al-qur’an tercatat 10 ayat
f.
Hukum internasional, yaitu yang
berhubungan dengan masalah-masalah hubungan antarnegara-negara islam dengan
bukan negara islam, dan mengatur tata cara pergaulan dengan non muslim dalam
negara muslim. Dalam hal ini hukum ketatanegaraan diatur dalam al-qur’an
tercatat 25 ayat
g.
Hukum ekonomi dan keuangan,
yaitu yang behrubungn dengan hak orang miskin yang meminta, dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian dari harta orang kaya, dan mengatur sumber-sumber
irigasi, serta perbankan. Dalam hal ini hukum wkonomi dan keuangan diatur dalam
al-qur’an tercatat 10 ayat
Adapun
nash-nash al-qur’an bila ditinjau dari aspek dalalahnya atas hukum-hukum yang
dikandungnya, maka dibagi atas dua bagian yakni
a.
Nash yang qoth’I dalalahnya
atas hukumnya
Nash yang
menunjukkan kepada makna yang bisa difahami secara tertentu tidak ada
kemungkinan menerima ta’wil, tidak ada tempat bagi pemahaman arti yang selain
itu sebagaimana firman Allah SWT yang
termaktub dalam surah an-nisa ayat 12 “dan bagimu (suami-suami) seperdua dari
harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu jika mereka tidak mempunyai anak”.
Ayat ini adalah pasti artinya bahwa bagian suami dalam keadaan seperti ini
adalah seperdua
b.
Nash yang zhonni dalalahnya
atas hukumnya
Nash yang
mununjukkan atas memungkinkan maknanya untuk ditakwilkan atau dipalingkan makna
asalnya kepada makna lain, seperti firman Allah yang termaktub dalam surah
al-maidah ayat 3 “diharamkannya bagimu (memakan) bangkai dan darah” padahal
lafal maitah (bangkai) atau keharaman itu ditakhsis dengan selain bagkai
lautan. Maka oleh karena itu, nash yang mempunyai makna serupa atau lafal umum,
atau lafal mutlak, atau seperti maitah ini, semuanya adalah zhonni dalalahnya
(indicator), karena ia mempunyai kecenderungan kepada satu arti lebih
- Dalil kedua (as-sunnah)
As-sunnah
menurut istilah syara ialah hal-hal yang datang dari rasulullah saw, baik itu
ucapan, perbuatan atau pengakuan (taqrir). As-sunnah qauliyah (ucapan) yaitu
hadits-hadits rasulullah yang diucapkannya dalam berbagai tujuan dan
persesuaian situasi. As-sunnah fi’liyah yaitu hadits-hadits rasulullah dengan
perbuatan-perbuatan rasulullah seperti melaksanakan shalat lima waktu sehari
semalam. As-sunnah taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat rasul yang
telah diikrarkan oleh rasulullah saw baik berupa perbuatan ataupun ucapan
sedangkan nikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya atau tidak
menunjukkan tanda-tanda ikrar atau menyetujuinya.
Bukti-bukti atas
kehujjahan as-sunnah banyak, yaitu:
·
Nash-nash al-qur’an
·
Ijma’ para sahabat r.a. semasa
hidup nabi dan setelah wafatnya mengenai keharusan mengikuti sunnah nabi
·
Dalam al-qur’an
Adapun hubungannya
as-sunnah kepada al-qur’an dari segi dijadikan hujjah dan kembali kepadanya
dalam mengeluarkan hukum-hukum syariat ialah menjadi urutan yang mengiringinya,
yaitu seorang mujtahid tidak akan kembali kepada as-sunnah ketika membahas
suatu kejadian kecuali ketika ia tidak mendapati apa-apa dalam al-qur’an, suatu
hukum yang hendak ia ketahui. Sedangkan hubungannya dari segi hukum yang datang
di dalamnya, maka tidaklah melebihi satu-satu di antara tiga hal berikut ini:
a. Adakalanya as-sunnah itu menetapkan atau mengkukuhkan hukum yang
telah ada dalam al-qur’an
b. Adakalanya as-sunnah merinci, menafsiri hal-hal yang telah datang di
dalam al-qur’an secara global atau membatasi hal-hal yang datang di dalam
al-qur’an secara mutlak, atau mentakhsis hal-hal yang berada di dalam al-qur’an
secara umum
c. Adakalanya as-sunnah menentapkan dan membentuk hukum yang tidak
terdapat dalam al-qur’an
Pembagian
as-sunnah menurut perawinya dari rasul saw, ialah:
a. Sunnah mutawaatirah, yakni sunnah yang diriwayatkan dari rasulullah
saw oleh sekelompok perawi yang menurut kebiasaan, perorangan para perawi itu
tidak mungkin sepakat untuk berbohong, hal ini terjadi karena jumlah mereka
banyak, dan jujur
b. Sunnah masyhuroh, yakni sunnah yang diriwayatkan dari rasulullah saw
oleh seorang atau dua atau sekelompok sahabat rasul yang tidak sampai tingkat
tawatur, kemudian mereka meriwayatkan hadits dari satu orang rawi atau beberapa
orang rawi.
c. Sunnah aahad, yakni sunnah yang diriwayatkan oleh satuan yang tidak
sampai tingkatan syhuroh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar